5 JENIS RESPON SAAT MENGHADAPI MASALAH
By: @sukmadiarti_psikolog
Masalah muncul saat ada kesenjangan antara apa yang kita harapkan dengan kenyataan yang dihadapi. Contoh, kita berharap memiliki tubuh yang sehat, tapi kenyataannya, saat ini sedang sakit. Kita berharap anak mengerjakan tugas sekolahnya, kenyataannya, ia belum juga menyelesaikan tugasnya. Kita berharap bisa mudik, kenyataannya pemerintah tidak mengijinkan mudik. Kita berharap omset dan penghasilan bertambah, kenyataannya justru menurun.
Saat terjadi masalah, ada 5 jenis respon yang umumnya akan kita pilih. Tiap-tiap pilihan respon tersebut, akan mempengaruhi kualitas dan kondisi emosi kita dalam menyikapi masalah yang datang.
Pertama, Menolak (Denial)
Awal ketika masalah itu hadir, umumnya kita akan menolaknya. Tidak terima. Ya Allah, lagi bulan Ramadhan, ingin bisa beribadah maksimal, tapi kok ya tubuh sakit. Ya Allah, anak udah disekolahin, tapi kok belum memgerjakan tugasnya. Ya Allah, udah dua tahun belum mudik, kok ya sekarang niat mudik dilarang. Reaksi pertama kita, umumnya menolak. Tapi reaksi ini ternyata membuat perasaan kita jadi tidak nyaman.
Kedua, Marah (Anger)
Penolakan yang kita pilih di awal, akhirnya membuat perasaan kita jadi tidak nyaman. Muncullah rasa marah. Marah kepada diri sendiri, kok gak bisa jaga kesehatan, kok kurang tegas mengarahkan anak mengerjakan tugas, kok gak mudik dari sebelum-sebelumnya saja, kok gak berusaha lebih keras, dst. Tidak hanya marah pada diri sendiri, kita pun akhirnya bisa marah ke orang lain yang kita anggap berkontribusi sebagai penyebab datangnya masalah. Marah ke orang lain yang tidak pakai masker, marah ke anak yang menunda-nunda mengerjakan tugas, marah ke pemerintah, ke pelanggan, dst. Reaksi kemarahan ini, ternyata beum juga membuat perasaan kita jadi nyaman.
Ketiga, Tawar Menawar (Bargaining)
Kita pun mulai berandai-andai. Andai saja saya kemarin tidak pergi ke tempat kerumunan, andai saja guru anak tidak banyak memberi tugas, andai saja saya tinggalnya gak jauh dari orangtua, andai saja saya punya penghasilan tetap, dst. Kita mulai tawar menawar, jika, jika. Tapi ternyata, masalahnya sudah terjadi, dan kita tidak bisa kembali memutar waktu. Sehingga, pilihan berandai-andai tadi, tetap belum bisa membuat perasaan menjadi tenang. Justru terkadang malah membuat jadi semakin bersalah dan menyesal.
Keempat, Depresi
Terus memikirkan mengapa masalahnya datang, menyalahan dan marah pada penyebabnya, dan berandai-andai bisa memutar waktu, akhirnya membuat pikiran semakin kusut, hingga depresi. Putus asa. Tidak lagi bersemangat. Merasa seakan semua keadaan afau masalah ini adalah akhir dari segalanya, tidak bisa berubah lagi. Jadi perasaan pun semakin terpuruk.
Kelima, menerima (Acceptance)
Barulah, titik saat kita bisa menerima masalah yang datang dengan sukarela, hati pun terasa lapang. Saat kita bisa menerima, kita tidak lagi menyalahkan siapapun. Menerima artinya kita mengambil tanggung jawab penuh atas masalah yang sedang dihadapi. Dengan menerima ini pula, maka pikiran pun akan semakin terbuka untik solusi dan jalan keluarnya. Tidak lagi membesar-besarkan masalahnya seperti di fase-fase sebelumnya. Menerima juga akan membuat perasaan kita jadi tenang, sehingga solusi pun menjadi semakin terang.
Bila kita sudah pahami, step by step dari penerimaan masalah tadi, maka kini, ketika masalah datang, kita bisa mempercepat prosesnya dengan menerima masalah yang datang dengan rasa syukur. Alhamdulillah.
Masalah yang datang pasti sudah sesuai kapasitas kita untuk menerimanya. Saat kita meragukan diri kita dan menolaknya, masalah justru terasa leboh berat. Maka, terima dulu masalahnya, lalu pasrahkan (libatkan Allah) untuk membantu kita dalam penyelesaiannya. Menyelesaikan masalah seorang diri tentu saja kita tidak kuat. Kita boleh meminta bantuan profesioanal, dan tidak putus meminta pertolongan Allah, agar jalan yang dilalui dalam proses melewati masalahnya bisa semakin terang.
Semoga Bermanfaat
#saattenang
#solusidatang
Bagaimana menurut teman-teman?
0 komentar:
Posting Komentar